ADVOKAT INDONESIA

PENGANTAR ADVOKAT INDONESIA

Rabu, 21 Mei 2014

CRIMINAL LAW REFORM

Makna Criminal Law Reform
  • Dekolonialisasi: menggantikan KUHP kolonial (Wetboek van Strafrecht) warisan zaman kolonial Belanda dengan KUHP Nasional.
  • Modernisasi: filosofi pembalasan klasik (Daad-strafrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata dengan filosofi integratif (Daad-Daderstrafrecht) yang  memperhatikan aspek perbuatan, pelaku dan korban kejahatan.
  • Konsolidasi: menertibkan perkembangan hukum pidana di luar KUHP dikembalikan kepada kendali asas-asas umum kodifikasi (KUHP).
  • Harmonisasi: penyesuaian KUHP terhadap perkembangan hukum pidana yang bersifat universal.
  • Demokratisasi: menjaga keseimbangan antara moralitas individual, moralitas sosial, dan moralitas institusional.

Beberapa Hal Baru Dalam RUU KUHP
  • Diakuinya eksistensi "hukum yang hidup di masyarakat" (the living law) dalam Pasal 2 jo. Pasal 756
  • Restorative Justice (Pasal 2, Pasal 12, Pasal 54, dan Pasal 55), mediasi (Pasal 145 huruf d), dan diversi terhadap anak (Pasal 113 s.d. Pasal 131 dan RUU SPPA)
  • keseimbangan antara pidana (punishment) dengan tindakan (treatment/measures) dan dimungkinkannya sanksi gabungan antara pidana dan tindakan (double track system);
  • Pidana mati merupakan pidana pokok yang selalu diancamkan secara alternatif dan bersifat ultimum remedium (Pasal 66 jo. Pasal 87 s.d. Pasal 90);
  • penggunaan pidana penjara secara selektif dan limitatif dalam rangka mengatasi masalah kepadatan LP/Rutan (overcapacity) (Pasal 69 sd. Pasal 75):
  • Adanya kategorisasi ancaman pidana denda yang akan berlaku bagi KUHP dan UU Pidana di luar KUHP. Denda juga dapat dibayar secara dicicil (Pasal 80 jo Pasal 82);
  • Adanya jenis-jenis pidana modern, a.l. pidana kerja sosial (Pasal 65 jo. Pasal 86) dan pidana pengawasan (Pasal 77 sd Pasal 79).

Kriminalisasi delik yang mengakomodasi kondisi khusus di Indonesia
  • "Kumpul kebo"/zina (Pasal 483 s.d. Pasal 485);
  • Penawaran membantu kejahatan dg santet (Pasal 293);
  • Pornografi (Pasal 468 s.d. Pasal 479);
  • Kriminalisasi terhadap ideologi yang membahayakan Pancasila (Pasal 212 s.d. Pasal 214);
  • Tindak Pidana terhadap agama & kehidupan beragama (Pasal 341 s.d. Pasal 348);
  • Tindak Pidana terhadap penyelenggaraan/proses peradilan (Pasal 326 s.d. Pasal 340);

Implikasi-Implikasi Yuridis (tercantum dalam Ketentuan Peralihan)
  • KUHP baru akan berlaku 2 tahun sejak diundangkan (dalam rangka sosialisasi/pemahaman)
  • Setelah berlaku diberikan masa transisi 3 tahun untuk adaptasi/penyesuaian, termasuk penyiapan perangkat lunak dan keras (sarana dan prasarana)
  • RUU KUHP merupakan sistem kodifikasi dan unifikasi hukum pidana nasional, sehingga:
    • Buku I RUU KUHP (Ketentuan Umum) berlaku juga bagi undang-undang di luar KUHP dan Peraturan Daerah, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang;
    • Undang-undang di luar RUU KUHP dinyatakan tetap berlaku, sepanjang materinya tidak diatur dalam RUU KUHP

Fair & Adversarial System Dalam RUU KUHAP
*Pasal 4 RUU + penjelasan
Hukum Acara Pidana dalam RUU ini merupakan perpaduan antara sistem Eropa Kontinental dengan sistem adversarial yang dilaksanakan secara:
  • wajar (setiap orang yang melakukan tindak pidana & dituntut karena tindak pidana yang sama diadili berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sama); dan
  • para pihak berlawanan secara seimbang (terjaminnya keseimbangan antara hak penyidik, hak penuntut umum, dan/atau tersangka atau terdakwa dalam proses  peradilan pidana).
Revitalisasi Hubungan Antara Penyidik & Penuntut Umum
*Pasal 13 RUU + penjelasan
  • Untuk menghindari terjadinya bolak-balik berkas perkara antara Penyidik & Penuntut Umum.
  • Dalam RUU ini diatur bahwa Penuntut Umum sudah harus memberikan petunjuk pada saat penyidikan dimulai, bukan ketika berkas perkara sudah selesai disusun oleh Penyidik (dapat secara lisan, via telepon, SMS, e-mail).
Asosiasi Advokat Indonesia