Selanjutnya kaitannya dengan kewenangan
Pejabat Tata Usaha Negara apabila dikaitkan dengan peraturan
perundang-undangan, yang menjadi pertanyaan adalah kenapa Pejabat Tata
Usaha Negara menjadi penting? Karena Pejabat Tata Usaha Negara inilah
yang dapat menentukan arah penegakan hukum menjadi lebih baik, dimana
Pejabat Tata Usaha Negara adalah pejabat yang melaksanakan urusan
pemerintahan. Bahwa secera sederhana kewenangan Pejabat Tata Usaha
Negara haruslah patuh pada peraturan perundang-undangan dan asas-asas
umum pemerintahan yang baik.
Pembicara mengajak para peserta seminar
untuk bersama-sama melakukan pengkajian apakah kewenangan Pejabat Tata
Usaha Negara telah dilaksanakan dalam kasus Partai Persatuan Pembangunan
("PPP"), menurut Pembicara dari segi peraturan
perundang-undangan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Pengesahan
Kepengurusan PPP versi Romahurmuziy oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia ("Surat Keputusan Menkumham") hal tersebut
dapat dilakukan perlawanan, dimana pernyataan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia hanya mendasarkan Surat Keputusan Menkumham kepada
ketentuan Pasal dalam Undang-Undang Partai Politik yang mengatur bahwa
pengesahan harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari dan tidak ada
alasan-alasan lain yang dikemukakan. Apabila kita mengkaji lebih dalam
lagi, berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Partai Politik secara tegas
menyatakan bahwa "Menteri tidak dapat melakukan pengesahan terhadap
perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, termasuk
kepengurusan partai politik, apabila terjadi perselisihan partai
politik", kemudian ketentuan dalam Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang
Partai Politik yang menyatakan bahwa perselisihan partai harus
diselesaikan oleh internal partai melalui Mahkamah Partai Politik dan
apabila tidak dapat diselesaikan maka harus diselesaikan oleh
Pengadilan. Sebenarnya hal tersebut telah dilakukan oleh Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum
Umum ("Dirjen AHU"), dimana Dirjen AHU telah melayangkan surat tanggal 25 September 2014 ("Surat Dirjen AHU")yang
pada pokoknya menyatakan "karena adanya permohonan dari kedua belah
pihak baik dari PPP kubu Suryadharma Ali maupun PPP kubu Romahurmuziy
maka sikap yang diambil Dirjen AHU mewakili Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia adalah tidak menerima kedua pengesahan tersebut karena
adanya perselisihan dan meminta penyelesaian perselisihan melalui
mahkamah partai atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku".
Terkait dengan hal tersebut, maka Surat Keputusan Menkumham telah bertentangan dengan Undang-Undang Partai dan terlihat adanya inkonsistensi dengan Surat Dirjen AHU.
Terkait dengan hal tersebut, maka Surat Keputusan Menkumham telah bertentangan dengan Undang-Undang Partai dan terlihat adanya inkonsistensi dengan Surat Dirjen AHU.
Selanjutnya apabila Surat Keputusan
Menkumham dikaji dengan beberapa asas-asas umum pemerintahan yang baik,
dimana dalam Undang-Undang Tata Usaha Negara dikenal yang Pertama adalah
"asas kepastian hukum", dimana asas tersebut berlandaskan pada
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara, kaitan antara Surat Keputusan Menkumhan
dengan kepatutan dapat dipersoalkan karena apakah patut dalam masa kerja
1 (satu) hari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengambil keputusan
yang merugikan pihak lain, hal tersebut juga berkaitan dengan rasa
keadilan yang diamanatkan dalam asas kepastian hukum. Kedua, "asas
tertib penyelenggaraan negara", landasan asas ini adalah keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara,
kaitan antara Surat Keputusan Menkumham dengan asas ini adalah dapat
dipertanyakan apakah terdapat keseimbangan apabila hanya permohonan dari
pihak PPP versi Romahurmuziy yang diterima pengesahannya oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia, padahal konflik internal PPP sudah menjadi
pengetahuan masyarakat luas termasuk juga Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang menyatakan dirinya sebelum menjadi Menteri telah mengetahui
dan mengikuti permasalahan internal PPP, kemudian kaitannya dengan
keteraturan yang juga menjadi landasan pada asas ini, sudah seharusnya
apa yang disampaikan dalam Surat Dirjen AHU menjadi bagian dari sikap
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ketiga, "asas keterbukaan", dimana
asas ini berlandaskan padahal masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara,
kaitannya dengan Surat Keputusan Menkumham dapat dilakukan perlawanan
dengan landasan adanya sikap yang diskriminatif terhadap penerbitan
Surat Keputusan Menkumham yang memihak kepada salah satu pihak. Keempat,
"asas proporsionalitas" adalah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara, kaitannya dengan Surat
Keputusan Menkumham, memang sudah benar bahwa hak dari Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia untuk mengeluarkan suatu keputusan, akan tetapi
kewajibannya yaitu untuk mengayomi para pihak dan juga membuat masalah
menjadi baik harus juga muncul dengan diterbitkannya keputusan tersebut.
Kelima, "asas profesionalitas" adalah asas yang mengutamakan keahlian
yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, kaitannya dengan Surat Keputusan Menkumham, selaku Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah orang yang paling mengetahui
mengenai hukum dan peraturan-peraturan, akan tetapi apabila Menteri
tersebut tidak mempunyai landasan yang kuat dari peraturan yang ada dan
Menteri juga tidak memperlihatkan sikap profesionalitasnya maka dapat
diragukan. Keenam, "asas akuntabilitas" adalah setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat, apabila kita melihat pada
komentar-komentar yang berkembang di masyarakat, para pakar hukum dan
pengamat hukum secara garis besar menolak dan tidak dapat menerima Surat
Keputusan Menkumham dengan berbagai macam alasaanya. Atas dasar
tersebut maka terhadap Surat Keputusan Menkumham diajukan perlawanan
berupa Gugatan Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta, sehingga nantinya akan diketahui apakah Surat Keputusan
Menkumham telah memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik atau
sebaliknya.
Sampai dengan saat ini, sudah terdapat respon yang baik dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah membuat pernyataan yang menyatakan bahwa kaitannya dengan segala masalah Gugatan Tata Usaha Negara telah diserahkan kepengurusan kepada Dirjen AHU, walaupun hal tersebut menjadi pertanyaan kenapa tidak sejak awal sebelum Surat Keputusan Menkumham diterbitkan telah diserahkan kepengurusannya kepada Dirjen AHU, akan tetapi sampai dengan saat ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa yang menjadi keputusan akhir dari eksistensi Surat Keputusan Menkumham tersebut adalah menunggu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, yang terjadi pada saat ini adalah masih sebatas penundaan terhadap pelaksanaan Surat Keputusan Menkumham tersebut dan apabila nantinya telah terdapat Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, Pembicara menghimbau bagi seluruh pihak untuk menghormati Putusan tersebut dan menyarankan pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk tidak melakukan upaya hukum Banding sebagai wujud menghormati Pengadilan dan konsekuensi terhadap Surat Keputusan Menkumham yang dibuatnya.
Sampai dengan saat ini, sudah terdapat respon yang baik dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah membuat pernyataan yang menyatakan bahwa kaitannya dengan segala masalah Gugatan Tata Usaha Negara telah diserahkan kepengurusan kepada Dirjen AHU, walaupun hal tersebut menjadi pertanyaan kenapa tidak sejak awal sebelum Surat Keputusan Menkumham diterbitkan telah diserahkan kepengurusannya kepada Dirjen AHU, akan tetapi sampai dengan saat ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa yang menjadi keputusan akhir dari eksistensi Surat Keputusan Menkumham tersebut adalah menunggu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, yang terjadi pada saat ini adalah masih sebatas penundaan terhadap pelaksanaan Surat Keputusan Menkumham tersebut dan apabila nantinya telah terdapat Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, Pembicara menghimbau bagi seluruh pihak untuk menghormati Putusan tersebut dan menyarankan pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk tidak melakukan upaya hukum Banding sebagai wujud menghormati Pengadilan dan konsekuensi terhadap Surat Keputusan Menkumham yang dibuatnya.
Selanjutnya, Pasal 8 Undang-undang
Partai Politik, pada pokoknya menyatakan Menteri tidak dapat melakukan
pengesahan terhadap perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,
termasuk kepengurusan partai politik, apabila terjadi perselisihan
partai politik, dengan demikian terdapat dasar yang kuat bagi Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk tidak melakukan pengesahan terhadap
permohonan yang diajukan oleh PPP versi Romahurmuziy. Hal tersebut akan
menjadi menarik apabila nantinya akan dilakukan hearing (jajak pendapat)
diantara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Komisi III DPR
sehingga dapat terlihat jelas masalah yang sedang terjadi. Pembicara
telah meminta kepada Komisi III DPR untuk tidak hanya mengundang Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusi melainkan juga mengundang Dirjen AHU dengan
tujuan untuk mendapatkan kebenaran selaras dengan asas keterbukaan,
dimana masyarakat harus mendapatkan suatu informasi yang jelas sehingga
masyarakat dapat melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi. Hal
tersebut dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran bagi seluruh Pejabat
Tata Usaha Negara untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi suatu
permasalahan.